Rabu, 05 Agustus 2015

SEJARAH SINGKAT DESA EKASARI



Desa Ekasari  adalah salah satu desa dalam wilayah Kecamatan Melaya dan sebelumnya desa ini memiliki latar belakang sejarah sebagai berikut :
      Pada tahun 1934, daerah ini telah dihuni oleh sekelompok kecil masyarakat yang terdiri dari atas 14 Kepala Keluarga. Mereka ini merupakan transmigran lokal perdana yang memasuki daerah ini, yang berasal dari Desa Baluk Kecamatan Negara, dibawah Pimpinan PAN GAMBAR (alm), akhirnya mereka berhasil membangun sebuah desa yang kemudian diberi nama  PALALINGGAH.
     Nama Palalinggah diambil dari nama pohon PALA yang tumbuh luas meliputi  sebagian besar kawasan ini, dimana pada masa tersebut daerah ini masih merupakan hutan belantara yang lebat dan belum didiami oleh penduduk. Dibawah pimpinan Pan Gambar, desa ini tumbuh dan berkembang menjadi daerah perladangan dan sekaligus pemukiman yang subur.
Berselang beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 24 September 1940, datanglah di daerah ini sejumlah 24 Kepala Keluarga dibawah Pimpinan Almarhum  G. I GUSTI KOMPIANG DJIWA, bersama seorang misionaris yaitu PASTOR SIMON BOIS SVD (alm). Kedatangan kelompok ini di daerah ini adalah berkat permohonan Pastor Simon Bois SVD, kepada paruman agung Dewan Raja-Raja di Bali. Mereka adalah transmigran lokal yang berasal dari Kabupaten Badung yang diberikan ijin untuk membuka tanah garapan dan sekaligus pemukiman dihutan Pangkung Sente, yang sekarang dinamakan Palasari Lama.
     Kelompok ini pernah mengalami perpecahan, akibat hasutan pihak luar yang memperkecil harapan mereka untuk bisa hidup dan berkembang di daerah ini. Akibat perpecahan tersebut, 6 KK meninggalkan daerah garapan dan yang 18 KK tetap bertekad membangun daerah ini.
Dalam suatu kesempatan, dibawah naungan pohon Pala yang rindang, Pastor Simon Bois SVD, menanyakan kepada warganya nama apa yang tepat untuk diberikan bagi daerah yang dibangun ini. I GST KOMPIANG DJIWA mengusulkan nama  PALASARI, yang bermula dari kata Palas dan Sari, karena kelompok ini mengalami perpecahan (palas) dan mereka adalah intinya yang melanjutkan pembangunan daerah ini, oleh Pastor Simon Bois SVD, nama ini kurang disetujui karena mengandung makna negative yang bisa disalah artikan oleh generasi penerus.
     I Gusti Kompiang Djiwa kembali mengusulkan nama PALASARI ; yang berasal dari nama PAHALA dan SARI. Nama ini diterima dan kemudian dikonsultasikan bersama sahabatnya P. Simon Bois SVD, yaitu A.A. PANJI TISNA, Raja Buleleng, beliau sangat terkesan dengan nama ini, karena mengandung makna filosofis yang mendalam. Maka sejak itu daerah ini dikukuhkan dengan nama PALASARI (sejarah Palasari, Dewan Paroki Palasari, Agustus 1983).
      Pada tahun 1947, PALASARI yang kemudian dieja PALASARI, telah memiliki 88 KK, mengingat lokasi semula yaitu Palasari lama kurang memenuhi syarat, maka diputuskan untuk pindah ke lokasi Palasari yang sekarang.Palasari kemudian dikukuhkan sebagai desa yang memiliki pemerintahan sendiri dengan G. I GST KOMPIANG DJIWA sebagai Kepala Desa dan PAN GAMBAR sebagai Kelian Banjar.
     Pada tahun 1941, datang menyusul kelompok baru yang datang dari Daerah Kabupaten Karangasem, sebanyak 20 KK, dibawah Pimpinan I MADE HAPIAN, mereka mendirikan sebuah banjar/pemukiman dipenghujung barat daerah ini. daerah yang dibangun ini diberi nama KARANGSARI, yaitu dari nama yang diambil dari daerah asal mereka yaitu KARANGASEM, disertai ciri khas adat istiadat mereka yang cukup kuat dan khas, dan sebagai Kelian Banjar dipilih GURUN PAGER.
     Sebagai akibat berkecambuknya asia timur raya pada tahun 1942, maka rakyat di Desa Abiansemal dan Belahkiuh yang termasuk dalam amongan Mengwi, sangat menderita terutama sangat sulitnya keadaan ekonomi masyarakat. Akibat tekanan ekonomi yang berat tersebut maka atas prakarsa A.A. NGURAH KEDIRI,  yang telah didukung oleh beberapa penduduk mengajukan permohonan kepada PARUMAN AGUNG DEWAN RAJA-RAJA BALI, agar bisa mendapatkan tanah garapan di Daerah Jembrana dan Dewan menyetujui permohonan tersebut.
     Dengan adanya ijin tersebut maka tahun 1942, berangkatlah menuju daerah harapan mereka sebanyak 82 KK, yang dipimpin langsung oleh A.A.NGURAH KEDIRI, sampai ditempat ini mereka langsung membuka hutan untuk dijadikan daerah pertanian dan pemukiman.
     Beberapa saat kemudian, pada tahun itu juga menyusul rombongan baru dari Desa Abiansemal sebanyak 25 KK dibawah Pimpinan  A.A. MADE KALER, mereka menggabungkan diri dengan kelompok terdahulu. daerah pemukiman ini kemudian diberi nama ADNYASARI.
       Nama ini diambil dari kata ADNYANA dan SARI, yang berarti Sarining Adnyana atau Inti Sari Pikiran, kemudian mereka membentuk susunan Pemerintahan sebagai berikut :
Kepala Desa               : A.A.NGURAH KEDIRI (alm).
Kelian Desa                : I GUSTI NGURAH PEGIG (alm).
Kelian Banjar            : DEWA KETUT KELINYAR (alm).
      Nampaknya desa-desa yang baru tumbuh ini keharumannya menyebar sampai ke Jawa Timur dan diperkirakan pada tahun 1944 masuklah  ke daerah ini para pendatang dari Kabupaten Jember dan Banyuwangi, sebanyak 40 orang/Kepala Keluarga dibawah Pimpinan Bapak KATIJAH (Alm), mereka mendapat lokasi pertanian dan pemukiman disebelah timur Desa Palasari.
      Dituturkan pula oleh para perintis yang pertama yaitu mereka yang tetap di Desa Palalinggah, konon dilokasi ini terdapat atau tumbuh dengan megahnya sebatang pohon pala yang sangat besar. Karena besar dan tingginya batang pohon pala itu, setiap mereka yang pergi ke kawasan hutan pala tersebut, mereka mengatakan ke PALAREJO. Dikisahkan pula bahwa pada waktu pendudukan Jepang, masyarakat Palalinggah diperintahkan secara paksa menebang dan langsung memikul batang pohon pala yang sudah ditebang itu beramai-ramai sampai dengan di dermaga Candikusuma.
       Kemudian dengan masuknya para perintis dari Jember, Banyuwangi dan menempati lokasi ini, nama Palarejo, oleh Bapak Katijah dan kawan-kawan disepakati menjadi Palarejo, dan nama Palarejo berlaku sampai dengan sekarang.
Palarejo diambil dari kata PALA yang berarti KEPALA ATAU PUSAT, sedangkan REJO berarti RAMAI, karena para pendahulu tersebut sudah meramal dan memperkirakan bahwa daerah bekas kawasan hutan pala yang lebat ini akan menjadi pusat yang ramai dikunjungi oleh para kepala/pimpinan. Hal ini terbukti Para Petinggi Negara maupun Daerah, pada saat peresmian Bendungan Palasari tanggal 23 Juli 1989. Dan sampai sekarangpun menjadi pusat yang ramai dikunjungi oleh para wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Sejak berdirinya Palarejo berstatus sebagai Banjar, sebagai Kelian Banjar yang pertama dipilih PAK KATIJAH, memimpin banjar yang terakhir yang berdiri dikawasan bebas hutan pala yang pernah ada di daerah ini.

Maka, sebagai generasi penerus ditangan kitalah kini terletak  masa depan Ekasari, guna mewujudkan cita-cita luhur Bangsa Indonesia, sebagai mana tertuang dalam cita-cita Proklamasi 1945

3 komentar:

  1. Saya bangga lahir di desa ini hidup berdampingan antara perbedaan agama,dan kepercayaan, hidup damai tidak pernah ada gesekan anatara kita, saya pikir inilah desa yang patut di contoh oleh daerah lain , bisa hidup rukun dan berdampingan walaupun ada banyak perbedaan ke yakinan di sini, maju desaku, sukses pemimpin ku.

    BalasHapus
  2. Desa Ekasari memiliki tata ruang yg sangat Rapi dan Bersih. Memiliki Daerah hutan pegunungan, Danau buatan, sawah, sungai, dan Sangat dekat dengan Pantai/laut. Keindahan alam yang sangat lengkap. Yg terpenting dan yg membuat saya bangga dan nyaman adalah Keramahan dan sifat toleransi penduduk masih sangat Baik. Semoga selalu bisa dipertahankan semua kelebihan tersebut sehingga kedepan tetap menjadi desa yg selalu membuat rindu penduduknya yg sedang dalam rantauan. :D

    BalasHapus
  3. Fakta berbalik... Kenapa malah palasari yang duluan hadir? Hay kalian jangan memuta4 balikkan fakta. Tegak Gereja Palasari dulu itubadalah tegak puri adnyasari. Data g bluder meminta tanah 1km persegi. Diberikanlah. Mih. Nyen ye belog belog ne.mmm

    BalasHapus

 

Desa Ekasari, Bali Template by Ipietoon Cute Blog Design and Waterpark Gambang